Di tengah ketidakpastian, nilai tukar rupiah berisiko kembali tertekan dalam dua bulan ke depan, antara lain, akibat lonjakan permintaan dollar AS seiring kebutuhan repatriasi dividen dan pembayaran utang luar negeri.
Oleh karena itu, Bank Indonesia (BI) berkomitmen untuk menjaga kurs rupiah tetap stabil sesuai dengan nilai fundamentalnya. Upaya tersebut dilakukan, antara lain, melalui intervensi valuta asing (valas) di pasar spot, pasar derivatif domestik (DNDF) dan luar negeri (NDF), serta pembelian surat berharga negara (SBN).
Demikian pokok-pokok yang disampaikan oleh Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI Erwin Gunawan Hutapea dalam taklimat media bertajuk ”Asesmen Perekonomian Terkini dan Efektivitas Kebijakan Moneter Pro-market untuk Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah”, di Jakarta, Selasa (7/5/2025).
Mengutip data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah pada perdagangan Selasa (7/5/2025) ditutup Rp 16.533 per dollar AS. Meski melemah 0,37 persen dibanding hari sebelumnya, rupiah telah berbalik menguat setelah sebulan terakhir tertekan hingga mencapai titik tertingginya di level Rp 16.943 per dollar AS.
Erwin mengatakan, nilai tukar rupiah mulai menunjukkan tren positif dengan penguatan hingga ke bawah level Rp 16.500 per dollar AS. Kendati demikian, penguatan itu tertahan atau cenderung sulit menembus level Rp 16.400 per dollar AS.
”Kami akan tetap selalu berada di pasar untuk menjaga agar confidence pelaku pasar karena pada Mei 2025 ini kita masih menghadapi adanya proses repatriasi dividen, yang mulai terjadi April dan puncaknya pada Mei, kemudian pada Juni nanti kita akan menghadapi juga siklus pembayaran utang luar negeri,” katanya.
Berkaca dari pengalaman tahun lalu, nilai tukar rupiah selama periode Mei-Juni cenderung melemah. Adapun rerata rupiah selama Mei 2024 berada di level Rp 16.082,56 per dollar AS atau melemah 0,8 persen dibanding April 2024 yang sebesar Rp 15.953,67 per dollar AS.
Tren tersebut pun berlanjut dengan tingkat depresiasi yang lebih dalam. Selama Juni 2024, rata-rata rupiah berada di level Rp 16.337,33 per dollar AS atau melemah 1,58 persen dibanding rerata pada Mei 2024.
Di sisi lain, posisi utang luar negeri Indonesia pada Februari 2025 tercatat 427,16 miliar dollar AS, terdiri dari utang pemerintah 232,34 miliar dollar AS dan utang swasta 194,81 miliar dollar AS. Secara keseluruhan, utang luar negeri Indonesia meningkat 4,81 persen dalam lima tahun terakhir.
Erwin menambahkan, BI akan memastikan likuiditas valas di pasar keuangan tetap terjaga di tengah lonjakan kebutuhan investor. Hal ini terutama menghadapi lonjakan kebutuhan repatriasi dividen dan pembayaran utang luar negeri.
BI juga turut menjaga likuiditas valas di pasar keuangan, antara lain, dengan membeli SBN di pasar primer dan sekunder.
”Bank Indonesia akan selalu berada di pasar untuk memastikan agar nilai tukar terjaga sesuai dengan nilai fundamentalnya. Kami akan melakukan intervensi terhadap pergerakan yang berlebihan, memastikan ketersediaan likuiditas di FX market (pasar valas) sesuai dengan kebutuhan pihak-pihak yang memerlukan pembelian,” ujarnya.
Langkah intervensi itu ditempuh BI, baik di pasar spot maupun pasar derivatif domestik (DNDF) dan luar negeri (NDF) alias offshore. Selain itu, BI juga turut menjaga likuiditas valas di pasar keuangan, antara lain, dengan membeli SBN di pasar primer dan sekunder.