Khayangannews, Kerinci-Jambi, 11/9/2025, –Pendidikan adalah pilar masa depan bangsa. Dan seperti halnya bangunan yang kuat, pilar itu sering diuji oleh guncangan. Baru-baru ini, SMA Negeri 6 Kerinci menjadi sorotan publik setelah muncul aksi demo siswa yang mengejutkan banyak pihak. Namun, di balik aksi tersebut, masyarakat patut bertanya lebih dalam: Siapa yang sebenarnya bermain di balik layar ?
Tak bisa dipungkiri, demo yang terjadi terasa janggal. Sejumlah guru mengaku tak mendapat informasi apa pun sebelumnya, dan banyak siswa pun tampak tidak sepenuhnya memahami isu yang mereka suarakan. Kuat dugaan, aksi ini bukan murni dari keresahan siswa, tetapi diprovokasi oleh oknum-oknum tertentu yang merasa terganggu oleh perubahan besar yang dibawa oleh Kepala Sekolah, Bapak Azwardi, S.Pd., MM.
Pemimpin yang berani melawan arus
Pak Azwardi bukan sosok baru dalam dunia pendidikan Jambi. Berbagai prestasi dan dedikasi yang ia torehkan—mulai dari penghargaan Kepala Sekolah Terbaik Provinsi hingga juara nasional untuk kategori kepala sekolah berdedikasi—menjadi bukti bahwa beliau adalah pribadi yang selalu menempatkan integritas dan mutu pendidikan di atas segalanya.
Langkah besar yang ia ambil di SMA Negeri 6 Kerinci melalui program "Total Gratis" adalah wujud nyata dari keberpihakannya pada siswa dan orang tua. Di saat banyak sekolah masih memungut berbagai biaya, beliau berani mengambil sikap tegas: pendidikan harus bisa diakses oleh semua tanpa beban biaya tambahan. Sebuah kebijakan yang sesuai dengan edaran resmi Gubernur Jambi.
Namun seperti halnya perubahan besar lainnya, selalu ada pihak yang merasa terusik. Mereka yang selama ini diuntungkan oleh sistem lama—dengan pungutan, pengaruh, dan pola lama—tak rela kehilangan kenyamanan itu. Maka tak heran jika kini muncul berbagai cara untuk mendiskreditkan kepemimpinan beliau, termasuk melalui gerakan siswa yang ditunggangi oleh kepentingan tak bertanggung jawab.
Pendidikan Bukan Alat Politik
Menggunakan siswa sebagai alat untuk menyerang seorang kepala sekolah adalah tindakan yang tidak hanya tidak etis, tapi juga berbahaya bagi masa depan pendidikan kita. Mempolitisasi ruang belajar demi ambisi pribadi atau kelompok adalah bentuk kejahatan moral yang tak bisa ditoleransi.
Yang patut diingat: siswa adalah penerima manfaat dari perubahan positif. Dan perubahan itu kini sedang berlangsung di SMA Negeri 6 Kerinci—mulai dari tata kelola yang bersih, transparansi anggaran, hingga pemangkasan pungutan yang selama ini memberatkan.
Kepemimpinan Tak Bisa Diringkus oleh Isu Murahan
Meskipun sedang dalam masa pemulihan pasca-operasi di RS Padang, semangat Pak Azwardi untuk membangun SMA Negeri 6 tidak goyah. Bahkan dalam kondisi sakit, beliau tetap memantau setiap perkembangan sekolah dan memastikan proses belajar tetap berjalan dengan baik.
Dalam sebuah pernyataan singkat, beliau menyampaikan,
“Menjadi pemimpin bukan untuk disukai semua orang, tapi untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Dan saya siap menghadapi segala konsekuensi dari pilihan itu.” ujar Kepala Sekolah, Azwardi
Pernyataan itu menggambarkan keteguhan seorang pendidik sejati—yang tak gentar meski badai menghadang.
Dukungan dari Orang Tua dan Masyarakat
Di tengah upaya penyesatan informasi, dukungan dari orang tua siswa, tenaga pendidik, dan masyarakat luas terus mengalir. Mereka melihat langsung dampak positif dari kepemimpinan Pak Azwardi. Bagi mereka, perubahan di SMA Negeri 6 bukan hanya terasa, tetapi juga nyata.
“ Pak Azwardi itu orang yang visioner dan tegas. Tidak kompromi dengan hal-hal yang merugikan sekolah. Sayang kalau perjuangannya diganggu oleh orang-orang yang tidak punya semangat membangun,” ujar salah satu wali murid.
Mari Jaga Sekolah Kita
Pendidikan adalah milik bersama. Mari kita jaga bersama. Jangan biarkan ruang belajar ternoda oleh kepentingan jangka pendek. Kepada para siswa, orang tua, guru, dan masyarakat—teruslah waspada dan kritis. Jangan mudah terprovokasi, jangan biarkan semangat belajar dikalahkan oleh narasi sesat.
SMA Negeri 6 Kerinci sedang berada di jalur perubahan besar. Mari kita kuatkan langkah ini. Karena pendidikan yang bersih, berkualitas, dan inklusif adalah hak setiap anak bangsa. (Kh.25)