Hukum Tak Sesederhana yang Tampak, Oleh: Ramon Azmi Pratama, S.H. Advokat dan Praktisi Hukum

Menu Atas

Hukum Tak Sesederhana yang Tampak, Oleh: Ramon Azmi Pratama, S.H. Advokat dan Praktisi Hukum

Khayangannews
Senin, 28 Juli 2025
Bagikan:

Khayangannews, Jambi,- 28/Juli/25, Oleh Ramon Azmi Putra,SH,- Dalam beberapa waktu terakhir, ruang publik kita dipenuhi dengan pemberitaan hukum yang viral. Sosok yang ditangkap lantas menjadi sorotan, dan tak jarang, serta-merta dicap bersalah oleh publik. Padahal, proses hukum tak dapat disederhanakan semata-mata dari apa yang tampak. Tidak setiap tindakan yang terlihat melanggar hukum serta-merta layak dihukum.

Hukum bukan sekadar aturan tertulis; ia hidup dalam konteks, niat, dan keadaan. Dalam praktiknya, banyak kasus yang secara kasatmata tampak melawan hukum, namun setelah dianalisis lebih dalam, justru tidak memenuhi unsur pidana atau terdapat alasan yang membebaskan.

Ambil contoh seseorang yang memukul orang lain. Secara hukum positif, tindakan itu tergolong penganiayaan. Namun, apabila dilakukan sebagai bentuk pembelaan diri dari ancaman nyata dan langsung, hukum membebaskannya dari pertanggungjawaban pidana berdasarkan prinsip pembelaan terpaksa (noodweer). Di titik inilah keadilan hukum tidak bisa ditegakkan hanya melalui penilaian permukaan.

Kriminalisasi dan Stigma
Fenomena kriminalisasi menjadi bayang-bayang yang nyata. Kesalahan prosedural, tekanan opini publik, hingga minimnya pemahaman masyarakat terhadap hak-haknya dapat membuat seseorang yang sebenarnya tidak bersalah terjerat proses hukum. Ketakutan akan proses hukum bahkan melahirkan sikap diam saat hak dilanggar. Dalam jangka panjang, ini memunculkan apatisme: masyarakat memilih menjauh dari urusan hukum karena takut dikaitkan atau dianggap ikut terseret.

Padahal, kehadiran advokat justru penting sejak awal proses. Advokat tidak semata hadir di pengadilan, tetapi menjadi pendamping keadilan sejak tahap awal. Ia berperan menelaah fakta, menerjemahkan norma hukum, serta menyusun pembelaan secara cermat. Dalam banyak kasus, pendampingan hukum sejak awal justru mencegah seseorang diproses secara tidak adil.

Sayangnya, pemahaman umum terhadap peran advokat masih minim. Advokat kerap dianggap “jalur terakhir” ketika situasi sudah genting. Padahal, pendekatan hukum secara preventif jauh lebih efisien dan manusiawi. Tak semua persoalan harus diselesaikan melalui peradilan. Mekanisme seperti mediasi atau restorative justice bisa menjadi jalan keluar yang adil dan berkeadaban.

Akses dan Kesadaran
Pandangan bahwa jasa advokat hanya untuk kalangan tertentu juga perlu diluruskan. Pendampingan hukum adalah hak konstitusional setiap warga negara. Advokat bukan sekadar pembela, tetapi pelindung hak-hak sipil dalam bingkai keadilan.

Opini ini bukan untuk membela pelaku kejahatan. Sebaliknya, ini adalah ajakan agar publik lebih kritis dan proporsional dalam memandang setiap proses hukum. Tidak semua yang tampak salah, benar-benar bersalah. Tidak semua yang terlihat benar, menjamin keadilan.

Keadilan hukum membutuhkan ketelitian, kehati-hatian, dan keberanian melawan stigma. Sudah saatnya masyarakat menempatkan hukum sebagai alat perlindungan, bukan hanya alat penindakan. Dengan kesadaran hukum yang tumbuh sejak dini, setiap warga negara dapat menjadi subjek hukum yang kuat, bukan korban dari ketidaktahuan.(Kh.25)

Baca Juga